Bali Caring Community

Rencana Kunjungan ke Desa Pengotan Bangli

Dengan rampungnya program bantuan sapi untuk keluarga miskin di Desa Nawa Kerti, Abang, Karangasem, selanjutnya kami akan mengunjungi Desa Pengotan Bangli. Kami memilih desa ini setelah memperoleh informasi dari laporan hasil analisa dan pengamatan lapangan oleh akademisi Universitas Udayana.

“Desa Pengotan adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan Bangli yang proporsi rumah tangga miskinnya (RTM) terbanyak. 56% dari 924 KK di desa ini adalah RTM. Masyarakat desa tradisional di Bangli bagian utara ini hidupnya sangat tergantung dari sistem pertanian lahan kering. Mata pencaharian penduduknya mayoritas petani dengan pendidikan sangat rendah dan daya beli serta persediaan pangan di tingkat rumah tangga yang sangat terbatas. Masalah gizi mengancam hidup balita dan ibu hamil di desa ini. Kondisi demografis dan sosial ekonomi masyarakat seperti itu, menempatkan Desa Pengotan sebagai desa rawan pangan yang cukup tinggi di Bangli.

Laporan hasil penelitian ini disusun berdasarkan analisis data sekunder, pengamatan lapangan, dan wawancara mendalam dengan beberapa tokoh masyarakat setempat (participatory rapid assessment), diramu dengan data kuantitatif hasil survei. Data hasil survei akan dijadikan data dasar (based line data) untuk mengukur keberhasilan berbagai modus intervensi yang akan dikembangkan mulai bulan Juli 2009. Intervensi akan dilakukan dengan partisipasi aktif masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat miskin menyejahterakan dirinya sendiri.”

1 komentar untuk “Rencana Kunjungan ke Desa Pengotan Bangli”

  1. Mohon kepada pihak terkait jangan terlalu mengekspos kemiskinan di desa Pengotan, ketika kita bicara kemiskinan kita bicara kegagalan pemerintah dalam membangun msyarakat dalam arti luas, dalam UUD 1945 semua hak dan kewajiban seluruh warga negara sudah diatur, dan saya kira masyarakat pengotan sudah menunaikan kewajibannya sebagai warga negara, namun bukan hak mereka menjadi miskin, itu artinya ada pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap kewajibannya mejamin kesejahteraan masyarkat pengotan. ketika masyarakat sulit mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan yang semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah, wajar saja survey teman-teman dari UNUD menunjukan angka yang cukup mencengangkan yakni 56% dari total penduduk pengotan adalah RTM.
    Kemiskinan adalah permasalahan kompleks yang tidak bisa di selesaikan satu dua pihak, kemiskinan di pengotan lebih karena faktor keterbelakangan infrastruktur pendidikan, yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya, itu artinya pemkab bangli gagal dalam membangun SDM di desa-desa terpencil, mereka terlalu sibuk mengurus infrastruktur pendidikan di daerah perkotaan yang notabene di akses oleh anak-anak dari keluarga mampu. Masyarakat desa pengotan merupakan salah satu cermin buruknya kebijakan-kebijakan pemkab Bangli dalam pemerataan pembangunan. Mereka belum sepenuhnya menikmati arti kemerdekaan. Konon Pengotan adalah salah satu basis perjuangan dalam merebut kemerdekaan, namun sayang pemerintah kabupaten bangli tidak sepenuhnya membangun desa pengotan baik fisik maupun mental, kini muncul wacana baru, kalau bicara kemiskinan datanglah ke pengotan, yang hanya berjarak 15 KM dari pusat pemerintahan kabupaten bangli, karena dengan cap seperti itu cukup mudah menjual pengotan, mulai dari UNUD, pemerintah provinsi Bali, yayasan-yayasan sampai investor kini berduyun-duyun datang ke Pengotan dengan dalih simpati, prihatin, atau apapun istilahnya, tapi tidak pernah menyelesaikan permasalahan substansial di Pengotan, semestinya ini menjadi pelajaran sekaligus penyadaran bagi para pengambil kebijakan. Subtansial kemiskinan di pengotan murni karena keterbelakangan pendidikan, tapi sepertinya ini di biarkan berlarut-larut, karena secara politis merupakan keuntungan bagi beberapa pihak yang memang sengaja memanfaatkan keluguan dan kepolosan masyarakat Pengotan. Pengotan bukan desa tanpa sumber daya alam, tapi Pengotan adalah desa tanpa Sumber Daya Manusia. Kebodohan itu yang membawa kemiskinan, bukan kemiskinan membawa kebodohan..

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top